Definisi dan Sejarah Terapi Humanistik-Eksistensial
Istilah psikologi humanistik (Humanistic Psychology) diperkenalkan
oleh sekelompok ahli psikologi yang pada awal tahun 1960-an bekerja sama
di bawah kepemimpinan Abraham Maslow dalam mencari alternatif dari dua
teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam
psikologi. Kedua teori yang dimaksud adalah psikoanalisis dan
behaviorisme. Maslow menyebut psikologi humanistik sebagai “kekuatan
ketiga” (a third force).
Meskipun tokoh-tokoh psikologi humanistik memiliki pandangan yang
berbeda-beda, tetapi mereka berpijak pada konsepsi fundamental yang sama
mengenai manusia, yang berakar pada salah satu aliran filsafat modern,
yaitu eksistensialisme. Eksistensialisme adalah hal yang mengada-dalam
dunia (being-in-the-world) dan menyadari penuh akan keberadaannya
(Koeswara, 1986 : 113). Eksistensialisme menolak paham yang menempatkan
manusia semata-mata sebagai hasil bawaan ataupun lingkungan. Sebaliknya,
para filsuf eksistensialis percaya bahwa setiap individu memiliki
kebebasan untuk memilih tindakan, menentukan sendiri nasib atau wujud
dari keberadaannya, serta bertanggung jawab atas pilihan dan
keberadaannya, dalam hal ini “pilihan” menjadi evaluasi tertinggi dari
tindakan yang akan diambil oleh seseorang.
Teori eksistensial-humanistik menekankan renungan filosofi tentang
apa artinya menjadi manusia. Banyak para ahli psikologi yang
berorientasi eksistensial,mengajukan argumen menentang pembatasan studi
tingkah laku pada metode-metode yang digunakan oleh ilmu alam.
Terapi eksistensial berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa
lari dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab berkaitan.
Dalam penerapan-penerapan terapeutiknya eksistensial-humanistik
memusatkan perhatian pada filosofis yang melandasi terapi. Pendekatan
atau teori eksistensial-humanistik menyajikan suatu landasan filosofis
bagi orang berhubungan dengan sesama yang menjadi ciri khas, kebutuhan
yang unik dan menjadi tujuan konselingnya, dan yang melalui
implikasi-implikasi bagi usaha membantu dalam menghadapi
pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut keberadaan manusia.
Pendekatan eksistensial-humanistik mengembalikan pribadi kepada fokus
sentral, sentral memberikan gambaran tentang manusia pada tarafnya yang
tertinggi. Ia menunjukkan bahwa manusia selalu ada dalam proses
pemenjadian dan bahwa manusia secara sinambung mengaktualkan dan
memenuhi potensinya. Pendekatan eksistensial secara tajam berfokus pada
fakta-fakta utama keberadaan manusia – kesadaran diri dan kebebasan yang
konsisten.
Pendekatan Eksistensial-humanistik berfokus pada diri manusia.
Pendekatan ini mengutamakan suatu sikap yang menekankan pada pemahaman
atas manusia. Pendekatan Eksistensial-Humanistik dalam konseling
menggunakan sistem tehnik-tehnik yang bertujuan untuk mempengaruhi
konseli. Pendekatan terapi eksistensial-humanistik bukan merupakan
terapi tunggal, melainkan suatu pendekatan yang mencakup terapi-terapi
yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep-konsep dan
asumsi-asumsi tentang manusia.
Konsep Utama Terapi Humanistik-Eksistensial
- Kesadaran Diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu
kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir
dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri seorang, maka akan semakin
besar pula kebebasan yang ada pada orang itu. Kesadaran untuk memilih
alternatif-alternatif yakni memutuskan secara bebas didalam kerangka
pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia. Kebebasan
memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab. Para ekstensialis
menekan manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya.
- Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan
Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan
kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan ekstensial
bisa diakibatkan atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak
terhindarkan untuk mati (nonbeing). Kesadaran atas kematian memiliki
arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesasaran tersebut
menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang
terbatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya. Dosa ekstensial yang
juga merupakan bagian kondisi manusia. Adalah akibat dari kegagalan
individu untuk benar-benar menjadi sesuatu sesuai dengan kemampuannya.
- Penciptaan Makna
Manusia itu unik dalam arti bahwa ia berusaha untuk menentukan tujuan
hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi
kehidupan. Menjadi manusia juga berarti menghadapi kesendirian (manusia
lahir sendirian dan mati sendirian pula). Walaupun pada hakikatnya
sendirian, manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya
dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk rasional.
Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna bisa menimbulkan
kondisi-kondisi isolasi dipersonalisasi, alineasi, keterasingan, dan
kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yakni
mengungkapkan potensi-potensi manusiawinya. Sampai tarap tertentu, jika
tidak mampu mengaktualkan diri, ia bisa menajdi “sakit”.
Tujuan-tujuan Terapeutik
Terapi eksistensial bertujuan agar klien mengalami keberadaannya
secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi
serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak atas kemampuannya.
Fungsi dan Peran Terapis dalam Terapi Humanistik-Eksistensial
Terapis dalam terapi humanistik eksistensial mempunyai tugas utama,
yaitu berusaha untuk memahami klien sebagai sesuatu yang ada di dalam
dunia ini. Dimana tekhnik yang digunakannya itu selalui mendahului suatu
pemahaman yang mendalam terhadap kliennya. Prosedur yang digunakan bisa
bervariasi, tidak hanya dari klien yang satu ke klien yang lainnya,
tetapi juga dari satu ke lain fase terapi yang dijalani oleh klien yang
sama.
Prosedur dan Teknik Terapi
Menurut Baldwin (1987), inti dari terapi ini adalah penggunaan pribadi terapi
1. Kapasitas Untuk Sadar Akan Dirinya : Implikasi Konseling.
Meningkatkan kesadaran diri, yang mencakup kesadaran akan adanya
alternative, motivasi, factor yang mempengaruhi seseorang dan tujuan
hidup pribadi, merupakan sasaran dari semua konseling. Adalah tugas
terapis untuk menunjukkan kepada klien bahwa peningkatan kesadaran
memerlukan imbalan.
2. Kebebasan dan Tanggung Jawab : Implikasi Konseling.
Terapis eksistensial terus-menerus mengarahkan fokus pada
pertanggungjawaban klien atas situasi mereka. Mereka tidak membiarkan
klien menyalahkan orang lain, menyalahkan kekuatan dari luar, ataupun
menyalahkan bunda mengandug. Apabila klien tidak mau mengakui dan
menerima pertanggungjawaban bahwa sebenarnya mereka sendirilah yang
menciptakan situasi yang ada, maka sedikit saja motivasi mereka untuk
ikut terlibat dalam usaha perubahan pribadi (May & Yalom, 1989;
Yalom 1980).
Terapis membantu klien dalam menemukan betapa mereka telah
menghindari kebebasan dan membangkitkan semangat mereka untuk belajar
mengambil resiko dengan menggunakan kebebasan itu. Kalau tidak berbuat
seperti itu berarti klien tak mampu berjalan dan secara neurotik menjadi
tergantung pada terapis.
Terapis perlu mengajarkan klien bahwa secara eksplisit mereka
menerima fakta bahwa mereka memiliki pilihan, meskipun mereka mungkin
selama hidupnya selalu berusaha untuk menghindarinya.
3. Usaha Untuk Mendapatkan Identitas dan Bisa Berhubungan Dengan Orang Lain : Implikasi Konseling.
Bagian dari langkah terapeutik terdiri dari tugasnya untuk menantang
klien mereka untuk mau memulai meneliti cara dimana mereka telah
kehilangan sentuhan identitas mereka, terutama dengan jalan membiarkan
orang lain memolakan hidup bagi mereka. Proses terapi itu sendiri sering
menakutkan bagi klien manakala mereka melihat kenyataan bahwa mereka
telah menyerahkan kebebasan mereka kepada orang lain dan bahwa dalam
hubungan terapi mereka terpaksa menerima kembali. Dengan jalan menolak
untuk memberikan penyelesaian atau jawaban yang mudah maka terapis
memaksa klien berkonfrontasi dengan realitas yang hanya mereka sendiri
yang harus bisa menemukan jawaban mereka sendiri.
4. Pencarian Makna : Implikasi Konseling.
Berhubungan dengan konsep ketidakbermaknaan adalah apa yang oleh
pratis eksistensial disebut sebagai kesalahan eksistensial. Ini adalah
kondisi yang tumbuh dari perasaan ketidaksempurnaan atau kesadaran akan
kenyataan bahwa orang ternyata tidak menjadi siapa dia seharusnya. Ini
adalah kesadaran bahwa tindakan serta pilihan sesorang mengungkapkan
kurang dari potensi sepenuhnya yang dimilikinya sebagai pribadi.
Manakala orang mengabaikan potensi-potensi tertentu yang dimiliki, maka
tentu ada perasaan kesalahan eksistensial ini. Beban kesalahan ini tidak
dipandang sebagai neurotik, juga bukan sebagai gejala yang memerlukan
penyembuhan. Yang dilakukan oleh terapis eksistensial adalah menggalinya
untk mengetahui apa yang bisa dipelajari klie tentang cara mereka
menjalani kehidupan. Dan ini bisa digunakan untuk menantang kehadiran
makna dan arah hidup.
5. Kecemasan Sebagai Kondisi Dalam Hidup : Implikasi Konseling.
Kecemasan merupakan materi dalam sesi terapi produktif. Kalau klien
tidak mengalami kecemasan maka motivasi untuk mengalami perubahan
menjadi rendah. Jadi, terapis yang berorientasi eksistensial dapat
menolong klien mengenali bahwa belajar bagaimana bertenggang rasa dengan
keragu-raguan dan ketidakpastian dan bagaimana caranya hidup tanpa
ditopang bisa merupakan tahap yang perlu dialami daam perjalanan dari
hidup yang serba tergantung kea lam kehidupan sebagai manusia yang lebih
autonom. Terapis dan klien dapat menggali kemungkinan yang ada, yaitu
bahwa melepaskan diri dari pola yang tidak sehat dan membangun gaya
hidup baru bisa disertai dari pola yang tidak sehat dan membangun gaya
hidup baru bisa berkurang pada saat klien mengalami hal-hal yang ebih
memuaskan dengan cara-cara hidup yang lebih baru. Maakala klien menjadi
lebih percaya diri maka kecemasan mereka sebagai akibat dari
ramalan-ramalan akan datangnya bencana akan menjadi berkurang.
6. Kesadaran Akan Maut dan Ketiadaan : Implikasi Konseling.
Latihan dapat memobilisasikan klien untuk secara sungguh-sungguh
memantapkan waktu yang masih mereka miliki, dan ini bisa menggugah
mereka untuk mau menerima kemungkinan bahwa mereka bisa menerima
keberadaannya sebagai mayat hidup sebagai pengganti kehidupan yang lebih
bermakna.
Tahap-tahap Pelaksanaan Terapi Humanistik Eksistensial
Pendekatan ini bisa menggunakan beberapa teknik dan konsep
psikoanalitik dan juga bisa menggunakan teknik kognitif-behavioral.
Metode ini berasal dari Gestalt dan analisis transaksional. Terdapat
tiga tahap yang dapat dilakukan oleh terapis dalam terapi humaniatik
eksistesial, antara lain :
- Tahap pendahuluan
Konselor mambantu klien dalam mengidentifikasi dan mnegklarifikasi
asumsi mereka terhadap dunia. Klien diajak mendefinisikan cara pandang
agar eksistensi mereka diterima. Konselor mengajarkan mereka bercemin
pada eksistensial mereka dan meneliti peran mereka dalam hal penciptaan
masalah dalam kehidupan mereka.
- Tahap pertengahan
Klien didorong agar bersemangat untuk lebih dalam meneliti sumber dan
otoritas dan sistem mereka. Semangat ini akan memberikan klien
pemahaman baru dan restrukturisasi nilai dan sikap mereka untuk mencapai
kehidupan yang lebih baik dan dianggap pantas.
- Tahap akhir
Berfokus untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari
tentang diri mereka. Klien didorong untuk mengaplikasikan nilai barunya
dengan jalan yang kongkrit. Klien biasanya akan menemukan kekuatan untuk
menjalani eksistensi kehidupannya yang memiliki tujuan. Dalam
perspektif eksistensial, teknik sendiri dipandang alat untuk membuat
klien sadar akan pilihan mereka, serta bertanggungjawab atas penggunaan
kebebasan pribadinya.
Kekurangan dan Kelebihan Terapi Humanistik-Ekstensial
- Kelebihan
- Teknik ini dapat digunakan bagi klien yang mengalami kekurangan dalam perkembangan dan kepercayaan diri.
- Adanya kebebasan klien untuk mengambil keputusan sendiri
- Memanusiakan manusia
- Bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, analisis terhadap fenomena sosial.
- Pendekatan terapi eksistensial lebih cocok digunakan pada perkembangan klien seperti masalah karier, kegagalan dalam perkawinan, pengucilan dalam pergaulan ataupun masa transisi dalam perkembangan dari remaja menjadi dewasa
- Kelemahan
- Dalam metodologi, bahasa dan konsepnya yang mistikal
- Dalam pelaksanaannya tidak memiliki teknik yang tegas
- Terlalu percaya pada kemampuan klien dalam mengatasi masalahnya (keputusan ditentukan oleh klien sendiri)
- Memakan waktu lama.
Contoh Kasus yang Biasa Ditangani dan Efeknya
- Kasus Pertama :
Sebagai contoh, Leon seorang mahasiswa, mungkin melihat dirinya
sebagai dokter masa depan, tetapi nilainya yang dikeluarkan dari
sekolah kedokteran ternyata dibawah rata-rata. Perbedaan antara dengan
apa Leon melihat dirinya (konsep diri) atau bagaimana ia ingin melihat
dia (ideal konsep diri) dan realitas kinerja akademis yang buruk dapat
menyebabkan kegelisahan dan kerentanan pribadi, yang dapat memberikan
motivasi yang diperlukan untuk masuk terapi. Leon harus melihat bahwa
ada masalah atau, setidaknya bahwa ia tidak cukup nyaman untuk
menghadapi penyesuaian psikologis untuk mengeksplorasi kemungkinan untuk
perubahan.
Konseling berlangsung, klien dapat mengeksplorasi lebih luas
keyakinannya dan perasaan (Rogers, 1967). Mereka dapat mengekspresikan
ketakutan mereka, rasa bersalah kecemasan, malu, kebencian, kemarahan,
dan lain sebagainya. emosi telah dianggap terlalu negatif untuk menerima
dan memasukkan ke dalam diri mereka. Dengan terapi, orang distortir
kurang dan pindah ke penerimaan yang lebih besar dan integrasi perasaan
yang saling bertentangan dan membingungkan. Mereka semakin menemukan
aspek dalam diri mereka yang telah disimpan tersembunyi.
Sebagai klien merasa dimengerti dan diterima, mereka menjadi kurang
defensif dan menjadi lebih terbuka terhadap pengalaman mereka. Karena
mereka merasa lebih aman dan kurang rentan, mereka menjadi lebih
realistis, menganggap orang lain dengan akurasi yang lebih besar, dan
menjadi lebih mampu untuk memahami dan menerima orang lain. Individu
dalam terapi datang untuk menghargai diri mereka lebih seperti mereka,
dan perilaku mereka menunjukkan lebih banyak fleksibilitas dan
kreativitas. Mereka menjadi kurang peduli tentang memenuhi harapan orang
lain, dan dengan demikian mulai berperilaku dengan cara yang lebih
benar untuk diri mereka sendiri. Mereka bergerak ke arah yang lebih
berhubungan dengan apa yang mereka alami pada saat ini, kurang terikat
oleh masa lalu, kurang ditentukan, lebih bebas untuk membuat keputusan,
dan semakin percaya diri masuk untuk mengelola kehidupan mereka sendiri.
Dari contoh kasus Leon dapat diambil kesimpukan bahwa salah satu
alasan klien mencari terapi adalah perasaan tidak berdaya dasar, dan
ketidakmampuan untuk membuat keputusan atau secara efektif mengarahkan
hidup mereka sendiri. Mereka mungkin berharap untuk menemukan “jalan”
melalui bimbingan terapis. Dalam kerangka orang-terpusat, namun klien
segera belajar bahwa mereka dapat bertanggung jawab untuk diri mereka
sendiri dalam hubungan dan bahwa mereka dapat belajar menjadi lebih
bebas dengan menggunakan hubungan untuk mendapatkan diri yang lebih
besar pemahaman.
- Kasus Kedua :
Sungguh mengenaskan, seorang ibu muda (Junania Mercy 37) meracuni
ke-empat anak-anaknya, memandikan mereka, menyisir rambutnya, kemudian
disandingkan bersama-sama dengan rapi diatas tempat tidur. Kemudian baru
sang ibu mengakhiri hidupnya dengan minum racun yang sama. Kejadian
yang cukup menyayat hati, 4 orang anak kecil itu bagaikan sedang tidur
saja, sang ibu ingin anak-anaknya ditemukan dalam keadaan bersih dan
rapi. Bisa dibayangkan bahwa ibu itu menyaksikan anaknya sekarat, entah
muntah, entah buang-air, entah badannya kejang-kejang karena keracunan.
Ia merekamnya dengan sebuah ponsel kemudian ia membersihkannya dan
menata mayat anak-anaknya dengan rapi. Waktu yang mungkin cukup panjang
prosesnya. Kemudian ia memilih pakaian terbaiknya dan mengakhiri
hidupnya. Dan tentu saja mayat sang ibu ketika ditemukan tidak sebersih
anak-anaknya.
Ibu Mercy adalah gambaran seorang yang mempunyai tekanan berat,
persoalan rumah-tangga, ekonomi dan problem kesehatan anak ke-2nya yang
mempunyai penyakit kelainan darah yang membutuhkan biaya tidak sedikit.
Tak tahu kemana lagi harus meminta tolong, dan ia kemudian menjerit
dengan jeritan yang tak terungkapkan dengan suara, ia bunuh diri.
Pada saat seorang klien ingin bunuh diri karena merasa sudah tidak
dapat menanggung beban hidup diri & keluarganya, seperti kasus bu
Mercy. Terapis Eksistensial mungkin memandangnya sebagai simbolik.
Karena bukankah berarti klien merasa mati sebagai pribadi, apakah klien
menggunakan potensi manusiawinya, apakah klien memilih mati hanya
sekedar mengukuhkan kehidupan. Terapis Eksistensial akan
mengonfrontasikan klien dengan masalah makna dan maksud dalam hidupnya.
Sehingga klien mempunyai alasan untuk ingin melanjutkan hidup &
melakukan sesuatu untuk menemukan guna tujuan yang akan membuat dirinya
merasa lebih berarti dan hidup, karena dalam terapis konselor akan
mengajak klien memahami dirinya sendiri sebagai manusia yang hidup
berdampingan dan selalu dihadapkan oleh kenyataan-kenyataan pahit atau
manis sehingga mampu eksis dalam kehidupannya.
Perasaan bersalah (kasus: tidak mampu membiayai pengobatan anaknya)
adalah kekuatan dominan dalam kehidupan klien. Bagaimanapun banyak dari
perasaan bersalahnya yang merupakan perasaan bersalah neurotik karena ia
berlandaskan pandangan tentang mengecewakan orang lain dan bukan
memenuhi pengharapan mereka. Klien harus belajar bahwa perasaan bersalah
akan berguna jika berlandaskan kesadarannya atas penyia-nyian
potensinya sendiri. Terapi eksistensial akan melihat harapan klien dalam
belajar untuk menemukan keterpusatannnya sendiri dan dalam hidup dengan
nilai-nilai yang dipilih dan diciptakannya sendiri. Dia juga bisa
berhubungan dengan orang lain dengan kekuatannya sendiri untuk membentuk
suatu hubungan yang dependen.
Tujuan dari terapi ini adalah menyajikan kondisi-kondisi untuk
memaksimalkan kesadaran diri dan pertumbuhan. Menghapus
penghambat-penghambat aktualisasi potensi pribadi. Membantu klien
menemukan dan menggunakan kebebasan memilih dengan memperluas kesadaran
diri. Membantu klien agar bebas dan bertanggung jawab arah kehidupannya
sendiri.
- Kasus Ketiga: Introspeksi Sebagai Terapi Humanistik Eksistensial
Introspeksi adalah proses pengamatan terhadap diri sendiri dan
pengungkapan pemikiran dalam yang disadari, keinginan, dan sensasi.
Proses tersebut berupa proses mental yang disadari dan biasanya dengan
maksud tertentu dengan berlandaskan pada pikiran dan perasaannya. Bisa
juga disebut sebagai kontemplasi pribadi, dan berlawanan dengan
ekstropeksi yang berupa pengamatan terhadap objek-objek di luar diri.
Introspeksi mepunyai arti yang sama dengan refleksi diri.
Sering dikatakan bahwa Wilhelm Wundt, bapak psikologi modern adalah
orang pertama yang mengadopsi introspeksi pada psikologi eksperimental,
meskipun gagasan metodologisnya telah disajikan lama sebelumnya, seperti
pada abad ke-18 filsuf merangkap psikolog Jerman seperti Alexander
Gottlieb Baumgarten atau Johann Nicolaus Tetens. Introspeksi adalah
pemeriksaan pikiran dan perasaan sadar diri sendiri. Dalam psikologi
proses introspeksi bergantung secara eksklusif pada pengamatan kondisi
mental seseorang, sementara dalam konteks spiritual mungkin merujuk pada
pemeriksaan jiwa seseorang. Introspeksi berkaitan erat dengan refleksi
diri manusia dan kontras dengan ekstrospeksi. Introspeksi umumnya
menyediakan akses istimewa ke keadaan mental kita sendiri, tidak
dimediasi oleh sumber-sumber pengetahuan lainnya, sehingga pengalaman
individu dari pikiran adalah unik. Introspeksi dapat menentukan sejumlah
keadaan mental termasuk: Sensorik, fisik, kognitif, emosional dan
sebagainya.
Pada beberapa kepercayaan introspeksi digunakan sebagai cara untuk
terapi diri contohnya adalah pada agama Islam, penganut agama Islam
mengenal introspeksi diri dengan kata muhasabah. Muhasabah
sendiri memiliki arti introspeksi atau mawas atau meneliti diri, yaitu
menghitung perbuatan pada tiap tahun, tiap bulan, tiap hari bahkan
setiap saat. Dalam bermuhasabah seorang muslim melakukan review terhadap
apa yang telah dilakukannya selama ini adalah benar dan sesuai dengan
ajaran Islam atau tidak. Kegiatan ini memiliki kesamaan dengan salah
satu metode psikoterapi yaitu self-help atau menolong diri sendiri serta
dalam pelaksanaan instropeksi diri menggunakan prinsip humanistik bahwa
sebenarnya jawaban atas masalah manusia terdapat dalam dirinya sendiri.
Dalam melakukan introspeksi seseorang melakukan pengamatan terhadap
apa yang telah ia lakukan selama ini, kemudian ia menilai apakah yang ia
lakukan telah sesuai dengan hidupnya atau tidak, yaitu apakah ia sudah
memenuhi perannya dengan baik (sebagai individu, sebagai anggota
masyarakat, dan sesuai status yang melekat pada dirinya). Setelah
melakukan proses pengamatan tersebut jika sudah terpenuhi maka ia dapat
menyukuri atau menaikkan tujuannya lebih tinggi, namun jika belum
terpenuhi maka ia akan melakukan pemikiran yang lebih jauh untuk
menemukan hal-hal yang menghambatnya dalam memenuhi perannya serta
menentukan tindakan serta membangun rencana yang dapat dilakukan untuk
memperbaiki kondisi diri untuk mencapai tujuan pemenuhan peran tersebut.
Daftar Pustaka :
- Corey Gerald, 2009, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, Bandung: PT Refika Aditama
- Misiak, henryk.2005.psikologi fenomenologi,eksistensial dan humanistic. Bandung: PT Rafika aditama
- Semiun,Yustinus.(2006). Kesehatan mental 3. Kanisius: Yogyakarta
- Feist, Jess dan Feist, Gregory. (2010). Teori Kepribadian. New York: Salemba Humanika
- Lubis, Lumongga Namora. (2011). Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Stainless Steel Casinos for Tiles and Rails - Titanium Arts
BalasHapusTiles and Rails is titanium alloy an ffxiv titanium nugget online titanium alloy nier gaming portal that allows you titanium nail to play and earn some titanium connecting rod extra spins, win tons of gold for new casinos.