Minggu, 29 Desember 2013

bab 15




FENOMENA-FENOMENA BERKAITAN DENGAN PSIKOLOGI DAN INTERNET
LATAR BELAKANG
KONSEKUENSI akibat mencontek dan plagiat sebenarnya cukup menakutkan para pelajar. Tetapi, dewasa ini, kelihatannya para pelajar tidak terlalu mempedulikan kejujuran akademik lagi.
Banyak siswa bahkan tidak bisa membedakan apa yang termasuk aksi plagiat dan mana yang bukan. Seperti disitat dari College Cures, Jumat (23/3/2012), hasil penelitian memperlihatkan, 71 persen siswa di Amerika Serikat (AS) tidak percaya bahwa mengkopi material dari internet adalah "aksi mencontek yang cukup serius".
Hasil survei ini menunjukkan, satu dari tiga pelajar mengaku, menggunakan internet untuk memplagiat tugas. Kemudian, hanya 29 persen orang berpikir bahwa menyalin dari website adalah "mencontek yang sangat serius". Angka ini turun cukup jauh dari sepuluh tahun yang lalu, yakni 34 persen.
PEMBAHASAN
Perilaku pelajar tentang mencontek juga cukup memprihatinkan. Ini terlihat dari 57 persen pelajar tidak berpikir bahwa menyalin beberapa kalimat tanpa pencantuman sumber yang memadai, berbagi jawaban ujian, atau mendapatkan jawaban dari teman yang sudah mengerjakan ujian adalah tindakan mencontek.
Selain itu, 53 persen siswa berpikir, mencontek bukanlah hal besar yang perlu diributkan, serta 34 persen pelajar mengaku, orangtuanya tidak pernah berbicara kepada mereka tentang mencontek. Parahnya lagi, 98 persen siswa mempersilakan teman menyalin tugas mereka.
Generasi yang melek teknologi ini bisa dikatakan sebagai generasi pencontek. Buktinya, 75 persen siswa yang disurvei mengaku pernah mencontek pada ujian, tugas, dan pekerjaan rumah yang mereka kerjakan. Bahkan, 34 persen di antaranya pernah mencontek lebih dari dua kali.
Kebiasaan mencontek di sekolah juga mempengaruhi kebiasaan mencontek di kampus. Hasil survei yang menyertakan alumni perguruan tinggi ini memperlihatkan, 82 persen alumni mengaku pernah terlibat dalam berbagai kegiatan mencontek ketika kuliah. Dan sedihnya, generasi berikutnya cenderung lebih banyak berbohong dan mencontek daripada generasi berikutnya.
Selepas kuliah pun, para individu pencontek ini terus membawa kebiasaan buruk mereka dalam hidup. Pebisnis misalnya, punya tendensi tiga kali lebih banyak berbohong kepada pelanggannya. Kemungkinan mereka berbohong kepada atasannya juga dua kali lebih besar, serta kecenderungan berbohong pada pasangan satu setengah kali lebih kuat.
Jika mengurut kepada hulu masalah ini, para siswa mencontek biasanya dipengaruhi tekanan kelompok teman sebaya mereka. Tetapi, jika dilihat sebaliknya, tekanan peer group ini juga dapat melibatkan siswa dalam budaya jujur secara akademis dan memotong rantai kecurangan.
Setiap orang suka bermain, khususnya bermain permainan yang ada pada komputer. Game online saat ini sedang digemari oleh semua orang. Anak remaja dari usia sekolah hingga yang sudah lulus sekolah menjadi salah satu pelaku permainan jaringan ini. Bolos sekolah, memakai uang bayaran sekolah, dan tidak pulang ke rumah menjadi aktifitas yang biasa terjadi saat remaja tergila-gila akan game online. Uang bayaran sekolah terbuang dan terkorupsi oleh anak-anak remaja demi memuaskan hasrat bermain game. Kini game online yang bervariasi menambah minat orang-orang untuk terus bermain dan menjadi pemain-pemain baru. Bukan 1-2 jam saja anak muda itu nongkrong di depan layar komputer, namun bisa berjam-jam hingga menginap di tempat permainan tersebut. Terlintas dalam benak pikiran, “Darimana mereka mendapatkan uang untuk bermain permainan jaringan yang begitu lama ini?”. Pada umumnya tarif satu jam bermain adalah Rp.2000,00 dan terdapat paket khusus seperti paket 3 jam, paket 5 jam, paket 10 jam, paket pagi/malam, dan paket seharian.
Bagi kaum remaja, bermain permainan seperti ini lebih menyenangkan daripada belajar. Membolos sudah sering dilakukan karena mereka bermain sambil mengenakan seragam saat jam sekolah. Percakapan tidak sengaja membuat remaja terlontar kalimat “lebih asyik bermain game daripada belajar”. Hal lain yang menyedihkan adalah saat diketahui banyak remaja meminta uang untuk keperluan sekolah namun ternyata dipakai untuk bermain game online. Beberapa jenis permainan yang sering dimainkan seperti Point Blank, Lost Saga, Seal Online, Dota, Ragnarok dan Getamped. Permainan jaringan seperti ini memang bukan hal baru, namun memiliki dampak yang besar bagi remaja.
Remaja yang sering bermain permainan dalam dunia maya ini sering mengalami berbagai masalah. Salah satu masalahnya adalah menurunnya nilai prestasi akademik akibat kurang belajar dan menghabiskan waktu seharian untuk bermain. Remaja ini sering menginap di tempat permainan untuk bermain seharian bersama kerabat-kerabatnya. Permainan game online ini seakan telah menghipnotis remaja di Indonesia.
Uang dan waktu yang terbuang untuk bermain game seakan tidak disesali oleh kaum remaja pecinta game online. Seiring perkembangan zaman, permainan seperti ini memang terus mengalami pertumbuhan yang pesat. Hal ini juga didukung dengan maraknya warnet (warung internet) dan lomba-lomba, baik itu lomba biasa hingga lomba tingkat nasional atau internasional. Hadiah yang ditawarkan bahkan mencapai puluhan juta atau barang tertentu dalam permainan.
Suara keras dari game-game online yang sedang dimainkan dan suara tawa serta teriakan akan terdengar ketika memasuki ruangan permainan. Ruangan yang dipenuhi dengan komputer dan anak-anak yang sedang bermain game berjejer rapi seakan berbaris, namun sibuk menatap layar di depan mata. Sesekali terdengar teriakan atau suara keras baik dari pemain atau penonton yang menambah ramai seperti pasar akibat pengaruh kegirangan atau kekesalan dari bermain. Remaja penerus bangsa yang seharusnya sibuk membaca buku dan menimba pengetahuan kini lebih sering menghabiskan waktu bermain permainan dalam dunia maya ini.
Game online memang menjadi ajang rekreasi sekaligus menjadi ajang keburukan dalam hal tertentu bagi segelintir orang. Para pria berpendidikan ini seakan tidak peduli akan hasil nilai selama mereka bisa menikmati kesenangan dan sensasi dalam permainan. Uang SPP yang terpakai seakan tidak terpikirkan selama mereka bisa bermain. Bila narkoba berbahaya hingga bisa meninggal, maka bermain permainan seperti ini secara berlebihan bisa berbahaya meski dalam aspek lain.

KESIMPULAN

Remaja masa kini sepertinya lebih tahan berlama-lama di depan layar komputer untuk bermain game online daripada belajar. Ironis, namun ini adalah kenyataan yang terjadi pada remaja masa kini. Permainan seperti ini memang dibolehkan, namun bila berlebihan tentu bukan menjadi hal baik lagi. Uang yang terpakai hingga ratusan ribu, waktu yang terbuang hanya untuk bermain, dan nilai prestasi yang menurun seakan jadi hal yang terpikir namun sesaat bagi para pecandu game online.
REFERENSI

http://beritaterbarupisan.blogspot.com/2013/01/fenomena-game-online_2.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar